Faktor-faktor apakah yang
menentukan si dia cocok untuk kamu? Faktor-faktor apakah yang merupakan
indikasi bahwa hubungan pacaran kalian dapat diteruskan ke jenjang pernikahan?
Hubungan antar manusia adalah hal yang kompleks, bahkan pernah disebutkan bahwa sumber mayoritas masalah yang dihadapi manusia berasal dari hubungan antar manusia. Berdasarkan kalimat di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan cinta juga adalah hal yang kompleks dan seringkali menjadi sumber masalah manusia.
Seringkali tidak ada
formula-formula yang tepat dan jitu untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimanakah
saya tahu si dia adalah orang yang tepat?” Walaupun demikian, di bawah ini ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan dilakukan untuk menciptakan hubungan yang sehat dan
langgeng dengan pacar kamu, dengan harapan bahwa hubungan tersebut dapat
dilanjutkan ke jenjang pernikahan:
1. Jenjang kehidupan rohani yang seimbang
Bagaimana kehidupan rohani
kalian? Bagaimana pengenalan dan hubungan kalian berdua dengan Tuhan? Apakah
kamu aktif melayani di gereja sedangkan dia hanya kadang-kadang ke gereja?
Apakah kalian berdoa bersama?
Salah satu faktor yang sangat
krusial dalam menentukan kelanggengan suatu hubungan adalah kehidupan rohani
(spiritual). Bahkan Alkitab pun menyatakan dalam II Korintus 6:14, “Janganlah
kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak
percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau
bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?”
Kehidupan rohani yang tidak seimbang merupakan potensi friksi dalam suatu hubungan dan dapat menyebabkan kesenjangan (gap) di antara kalian.
Ada dua akibat dari
kesenjangan ini:
- Jika kalian memprioritaskan Tuhan, maka akan terjadi
kerenggangan di antara kalian, yang mungkin akan menyebabkan putus hubungan.
- Jika kalian memprioritaskan relationship, maka kalian akan semakin jauh dari Tuhan
- Jika kalian memprioritaskan relationship, maka kalian akan semakin jauh dari Tuhan
Pilihlah pasangan yang dapat saling melengkapi dan mendukung kehidupan rohani kamu sehingga seiring dengan proses berpacaran, kalian juga dapat bertumbuh bersama dan memuliakan Tuhan.
2. Terimalah dia seperti apa adanya
Apakah kamu menerima dia
sebagaimana apa adanya? Apakah kamu memiliki pengharapan yang tidak realistik?
Setiap manusia diciptakan
unik dan setiap manusia memiliki hasrat untuk merasa diterima (to feel acceptance)
sebagaimana apa adanya.
Sama seperti tidak ada dua
orang yang sama persis (secara fisik, mental, spiritual, emosional) di dunia
ini, tidak ada dua hubungan cinta yang sama. Oleh karena itu, adalah suatu hal
yang sama sekali salah bila seseorang yang putus cinta lalu berusaha menemukan
orang lain yang memiliki kemiripan dengan mantan pacarnya. Dengan berbuat
demikian ia tidak menghargai sang pacar baru sebagaimana dia adanya, satu
pribadi yang unik dan berbeda.
Demikian juga halnya dengan
memiliki pengharapan yang tidak realistik terhadap pasangan kamu. Memang
terkadang kita menginginkan pasangan kita berubah ke arah yang lebih baik, tapi
kita juga perlu berhati-hati agar tidak terjebak dalam ideal image kita
mengenai pasangan sehingga kita “memaksakan” si dia untuk berubah agar dia
menjadi sesuai dengan ideal image yang kita ciptakan.
Salah satu kesalahan yang
banyak dilakukan (terutama oleh wanita) adalah mengharapkan pasangan kita akan
berubah (atau akan bisa diubah) setelah menikah. Berubah pada dasarnya adalah
hal yang sulit dilakukan oleh manusia pada umumnya. Jika si dia sebelumnya
sudah boros, dengan menikah tidak menjamin dia akan menjadi lebih hemat.
Tetapi ini semua tidak
berarti there’s no room for improvement in a relationship. Jika seseorang
ingin menjadi lebih baik (dalam hal karakter, kepribadian, kebiasaan, dsb)
tentu dia harus berubah. Tetapi perubahan adalah suatu proses yang butuh waktu.
Dan agar seseorang mau berubah, dia harus merasa diterima dulu sebagaimana apa
adanya.
3. Kesamaan
Apakah
kalian memiliki kesamaan (sifat, hobi, kebiasaan, karakter, dsb)?
Apakah kalian dapat
bersahabat?Riset membuktikan bahwa kebanyakan hubungan pernikahan yang stabil didasarkan pada banyaknya kesamaan antara keduanya (Warren, 1992).
Umumnya persahabatan dimulai
dengan kesamaan antara dua orang. Mungkin keduanya memiliki hobi yang sama,
cara piker yang sama, nilai-nilai hidup yang sama, dll. Dari kesamaan ini
timbul kecocokan, dari kecocokan timbul persahabatan.
Tanyakanlah ke dirimu: Jika
kalian tidak berpacaran, apakah kalian berdua dapat bersahabat?
Kesamaan adalah salah satu
faktor yang mendukung kemungkinan langgengnya sebuah hubungan. Alasannya adalah
setiap perbedaan antara kamu & si dia membutuhkan negosiasi & adaptasi
(Warren, 1992). Ini tidak berarti bahwa tidak ada kemungkinan bagi dua orang
yang berbeda untuk menjalin sebuah hubungan. Pertanyaannya adalah, sampai
seberapa jauh kalian dapat menerima perbedaan si dia?
Dalam berpacaran kita harus
saling memberi & menerima (give & take). Ini lebih penting lagi dalam
hubungan antara dua orang yang sangat berbeda. Terkadang konflik muncul karena
salah satu dari kalian merasa terlalu banyak memberi.
4. Waktu
Apakah kamu tergesagesa
sebab “jam biologis” kamu sudah berdering?
Cinta perlu bertumbuh dan memerlukan waktu. Sama seperti kehidupan memiliki musim, cinta juga demikian (Epstein, 1995).
Musim pertama umumnya adalah
musim terindah. Jika cinta itu buta, di musim inilah kita dibutakannya. Semua
hal mengenai si dia begitu indah sebab kita cenderung mengalah dan menerima
(accommodate) kekurangan si dia.
Musim berikutnya umumnya
tidak seindah musim pertama sebab konflik mungkin muncul. Jika konflik tidak
dapat diselesaikan, hubungan tersebut mungkin mengalami krisis. Jika konflik
dapat diselesaikan, hubungan dapat menjadi lebih erat karena masing-masing
sudah belajar dari kesalahan atau kesalahpahaman yang terjadi.
Cinta maupun suatu hubungan
tidak dapat di-rush. Kedua hal tersebut butuh waktu agar dapat berkembang
secara natural. Kita perlu waktu untuk benar-benar mengenal pasangan kita. Jika
kita tergesagesa, kita mungkin akan lalai melihat beberapa aspek yang dapat
menjadi potensi sumber konflik dalam hubungan.
5. Komitmen
Perasaan tidak selalu
bertahan selamanya (feeling does not always last), dan ketika perasaan itu
sudah pergi, yang tersisa adalah komitmen. Orang yang sudah lama menikah dapat
meng-confirm pernyataan ini. Terkadang perasaan cinta saja tidak cukup menjadi
dasar untuk menjalin sebuah hubungan.
Banyak hal yang dapat terjadi
dalam kehidupan. Sangat mudah untuk bersama-sama ketika kita bersenang-senang
tetapi ketika kesulitan dan pencobaan menghadang, apakah kamu masih akan tetap
bersama si dia untuk melaluinya bersama-sama?
Sebelum kamu menyatakan
komitmenmu, pikirkanlah dulu matang-matang. Janji pernikahan artinya
bersama-sama dalam susah dan senang, sampai kematian memisahkan keduanya.
Siapkah kamu untuk setia dengannya hingga selamanya?
6. Komunikasi
Bagaimana
kalian berkomunikasi? Apa terkadang kamu bertindak seolah-olah si dia dapat
membaca pikiran kamu (Contohnya: “Kamu harusnya tau dong!” atau “Masa begitu
aja nggak ngerti sih?”)
Salah satu kunci dalam
hubungan adalah komunikasi efektif. Komunikasi yang efektif berarti pesan yang
disampaikan sama dengan pesan yang diterima. What is sent = what is received
(Lucas, 1997). Salah satu cara berkomunikasi secara efektif adalah menjadi
pendengar yang baik dan tidak menginterupsi ketika seseorang berbicara. Agar
menjadi pendengar yang baik diperlukan konsentrasi penuh untuk mendengarkan
ketika seseorang berbicara. Sering kita berpura-pura mendengarkan ketika
seseorang berbicara padahal sebenarnya kita sedang memikirkan kalimat yang akan
kita ucapkan selanjutnya. Komunikasi yang baik mengurangi kemungkinan
terjadinya konflik. Virginia Satir mengajarkan salah satu teknik komunikasi
yang dapat menjadi teknik untuk mencegah & mengatasi konflik. Teknik ini
dinamai I’ Message. ‘I’ berarti “saya”, “’I’ Message” artinya kalimat yang
dimulai dengan kata “saya”. Intinya adalah agar si pembicara mengakui
perasaannya sendiri dan tidak secara langsung menyalahkan orang lain atas apa
yang terjadi pada dirinya.
Contoh: Ani & Budi
berpacaran. Ani kesal dan sedih sebab Budi melupakan janji makan malam mereka. Ani
berkata, “Budi, kok kamu bisabisanya sih lupa sama dinner kita? Kamu bikin
saya kelaperan dan capek nungguin kamu di MRT!” Bandingkan reaksi Ani jika ia
menggunakan ”’I’ Message”:
“Budi, saya merasa sedih
& kesal sebab kamu ngelupain dinner kita. Saya merasa capek sebab saya
menunggu lama di MRT. Saya berharap ini tidak akan terjadi lagi lain kali.”
Jika kamu adalah Budi,
bagaimana kamu akan berespon terhadap reaksi Ani yang pertama & kedua?
Adakah perbedaan respon kamu?
7. Gol Masa Depan
Apa yang ingin kamu capai di
masa depan? Apa yang ingin pasangan kamu capai di masa depan? Apakah impian
kalian berdua sama? Dapatkah kamu berdua saling mendukung seandainya impian
tersebut berbeda? Apakah kalian berdoa bersama untuk mencari kehendak Tuhan
dalam hidup kalian?
Kehidupan pernikahan membutuhkan
kerja sama, ibaratnya kerja sama dalam sebuah tim. Sama seperti sebuah tim
harus memiliki objektif (tujuan) yang ingin dicapai, demikian juga sebuah
hubungan. Objektif atau tujuan memberikan sense of direction. Hubungan yang
ideal adalah hubungan dua orang yang memiliki satu gol yang sama dan mereka
saling bekerja sama untuk mencapai gol tersebut.
Salah satu masalah pasangan
yang menikah terlalu muda adalah mereka belum memiliki gol masa depan bersama
ketika mereka menikah. Mereka masih terlalu muda untuk mengetahui apa yang
ingin mereka capai dalam hidup. Ketika mereka sadar akan gol mereka dan dapat
saling membangun, then it’s ok. Jika tidak, ini berpotensi menjadi konflik
besar dalam hubungan mereka.
Tanyakanlah pada dirimu
sendiri: Apa yang ingin kamu capai dalam hidup? Berdoalah untuk menemukan
kehendak Tuhan dalam hidup kamu. Jika kamu sudah mengetahui tujuan dan impian
kamu, komunikasikanlah dengan si dia. Diskusikanlah jika ada perbedaan, dan
doakanlah. (HE)
It is not about finding
someone whom you think is perfect, it is about finding someone who is perfect
for you. (Hernawaty Efendy)
Referensi:
Epstein, Alan (1995). How To
Have More Love In Your Life. New York: Penguin Books.
Harris, Joshua (2000). Boy
Meets Girl. Oregon: Multnomah Publishers, Inc.Lucas, John C (1997). Conscious Marriage. Australia: Simon & Schuster.
Warren, Neil Clark (1992). Finding The Love Of Your Life. New York: Pocket Books.
Sumber Artikel: Buletin Pillar
http://www.buletinpillar.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar