Teori
Evolusi sering diklaim sebagai sebuah fakta ilmiah yang tidak bisa dipungkiri
sekalipun tidak ada bukti empiris bagaimana zat/materi tidak bernyawa (mati) menjelma
dan berevolusi menjadi makhluk hidup yang sangat kompleks. Tidak ada bukti
empiris yang menunjukkan darimana asal dan bagaimana sebuah benda mati
sederhana yang tidak terorganisir bisa memberi struktur, desain, potensi dan
perkembangan pada benda mati lainnya sehingga berevolusi menjadi benda hidup.
Akhirnya, tidak ada bukti empiris yang bisa menunjukkan berjuta-juta, mungkin
bermilyar-milyar, langkah-langkah evolusi bertahap yang diperlukan untuk
bertransformasi dari gumpalan atom-atom yang tidak bernyawa (mati) menjadi
manusia yang benar-benar berevolusi. Memang ada beberapa teori yang berusaha
menjelaskan hal-hal ini. Tetapi tidak ada data empiris yang bisa membuktikan
teori-teori tersebut.
Para Evolusionis sering berbicara tentang “kemampuan-kemampuan
alam untuk mendesain dirinya sendiri”, seolah-olah alam mempunyai pikiran.
Tetapi keriyataannya, alam bekerja dengan sebuah sistim yang sudah didisain
secara canggih, terpola, interaktif dan logis. Alam bukanlah seorang
pribadi/persona. Karena itu, dart materi/benda mati tidak mungkin berkembang
sendiri “kehidupan, pikiran, gagasan, logika, rasionalitas, kreativitas, emosi
dan moralitas” yang begitu kompleks dan canggih, kalau tidak ada Desainer Agung
yang menciptakan dan “menghidupkannya”. Apa yang bisa menyebabkan materi/benda
mati menjadi “manusia” yang hidup, yang bisa berpikir, menciptakan ilmu
pengetahuan dan teknologi-teknologi canggih, bisa beregenerasi, yang mempunyai
ratusan milyar sel-sel yang sudah mempunyai fungsi-fungsi tertentu?
Pertanyaannya bukanlah, “apakah umat manusia hanya
merupakan sampah kimia di planet berukuran sedang ini?” seperti yang Stephen
Hawking tanyakan. Pertanyaan utamanya adalah, Dimana dan bagaimana “sampah
kimia” itu menjelma di tempat pertama dan mengorganisir dirinya sendiri menjadi
bentuk-bentuk kehidupan yang kompleks?
Bagaimana mungkin dan bagaimana caranya milyaran
species/jenis makhluk hidup di bumi berasal dari satu sel tunggal kecil yang
terjadi secara spontan/kebetulan/begitu saja, tanpa sebab-musabab, kemudian
bisa berkembang/berevolusi dengan sendirinya menjadi bermilyar species makhluk
hidup? Bagaimana mungkin milyaran species makhluk hidup terjadi dan berkembang
dari benda-benda mati? Untuk menjawab persoalan asal-usul kehidupan (makhluk
hidup, khususnya manusia) secara logis, akademis dan obyektif, sebaiknya kita
dan para evolusionis belajar dari para ahli pencipta robot humanoid (yang
struktur tubuhnya mirip manusia) kontemporer. Robot humanoid canggih itu
bernama “Roboy” dan merupakan kreasi dari ilmuwan-ilmuwan Universitas Zurich.
Dari hasil ribuan kali riset, pengembangan,
eksperimen, sintesa dan rekayasa, para ilmuwan robot yang paling pintar dan
canggih di dunia inipun mengakui bahwa tidaklah mungkin sebuah robot (dari yang
paling canggih, apalagi yang paling sederhana) dapat berkembang/berevolusi
apalagi “terjadi/tercipta” begitu saja/secara spontan/kebetulan kalau tidak ada
pencipta dan desainernya! Para ahli robot kontemporer berkesimpulan, tidak
mungkin robot dapat terjadi dan berevolusi sendiri dari sebuah (sel), kabel
sederhana (atau apapun komponennya) kemudian mendesain, merekayasa dan
me(re)produksi dirinya sendiri secara kreatif dan imajinatif menjadi sebuah
robot canggih yang bisa berjalan, berpikir, berbicara, bekerja dan berkreasi,
kalau tidak ada arsitek, desainer dan penciptanya yang pintar. Robot tidak
mungkin muncul dan terjadi begitu saja melalui reaksi kimia dan elektrik
(bahkan dalam ruang laboratorium yang paling canggih), kalau tidak ada ahli
robot yang mendesain, menciptakan dan menghidupkannya! Dari konsepsi, desain
sampai ke manufaktur dan pemasangannya, setiap proyek penciptaan robot pasti
memerlukan puluhan insinyur, ilmuwan dan rekanan yang berkompeten untuk
mengerjakannya. Sebuah patung yang didesain seperti robot dan dikuburkan dalam
catatan fosilpun dipastikan tidak dapat berevolusi/berkembang menjadi makhluk
hidup secara kebetulan/spontan!
Sebagai perbandingan dan dalam kaitan/analoginya
dengan eksistensi manusia (sebagai Pencipta robot) sebagai makhluk paling rasional
di bumi ini, yang dapat berpikir, berperasan, berencana, berbicara, menciptakan
musik/pesawat terbang, bercinta, berhitung dan bereproduksi,- kita dapat
menyimpulkan dengan logis bahwa struktur, desain dan fungsi-fiingsi organ tubuh
manusia secara keseluruhan (yang jauh lebih kompleks dan canggih dari robot),
tidak mungkin berkembang dan berevolusi dan terjadi begitu saja secara
kebetulan/spontan, kalau tidak ada Penciptanya. Jadi, secara ilmiah, akademis
dan rasional kita menyimpulkan bahwa argumentasi Teori Evolusi tentang asal
usul kehidupan (manusia khususnya) yang berasal dari benda mati dan terjadi
secara kebetulan/spontan tanpa ada Penciptanya, adalah sangat letoy, impoten,
lemah, tidak rasional, bertentangan dengan akal sehat dan hukum dasar fisika!
Alkitab menyatakan, “Orang bebal berkata dalam
hatinya: ‘Tidak ada Allah’” (Mazmur 14:1; 53:1). Alkitab juga menegaskan bahwa
orang tidak dapat berdalih untuk tidak percaya pada Allah Pencipta, “Sebab apa
yang tidak nampak dart pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahianNya,
dapat nampak kepada pikiran darikarya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga
mereka tidak dapat berdalih” (Roma 1:20). Menurut Alkitab setiap orang yang
menyangkal keberadaan Tuhan adalah orang bebal, tidak tahu diri, naif dan
picik. Amin.
Oleh :
Elizabeth
Frans, M.Th.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar